Daily Life,  Manusia,  Motivasi,  Pemikiran

Kenapa Cenderung Berjalan (Bergerak) Lamban ?

walk
Berjalan

Seorang kenalan pernah mengemukakan dalam tulisannya, betapa lambatnya manusia Indonesia dibandingkan manusia negara lain. Anggota keluargaku yang menetap cukup lama di tanah Eropa pun menyatakan hal yang sama. Dalam suatu pelatihan pun pernah dijabarkan betapa jauh bedanya kecepatan jalan orang Indonesia dibandingkan orang Jepang.

Mungkin tidak semua manusia Indonesia selamban itu. Dan mungkin pula tidak semua manusia non-Indonesia secepat itu. Dan melakukan proses “membanding-bandingkan” merupakan salah satu belenggu dalam berpikir. Karena toh kondisi disana berbeda dengan disini. Situasi disini tidak sama dengan disana.

Ada yang bilang bahwa “budaya biar lambat asal selamat” ini dikarenakan kurangnya seseorang menghargai waktu. Saya ingin membuatnya lebih spesifik, yaitu : kurang paham akan pentingnya waktu. Karena seorang yang tidak paham betapa berharganya tiap detik yang dimiliki tentunya tidak akan mampu mensyukurinya dengan melakukan berbagai aktivitas yang bermanfaat.

Tapi ini baru merupakan kulitnya saja, kawan. Jika digali lebih dalam, kenapa seseorang tidak merasakan “pentingnya waktu”?

Ia bukannya tidak memiliki aktivitas yang menumpuk. Ia punya berbagai tanggung jawab. Ia punya berbagai tugas. Tapi ada satu yang ia belum punya, yaitu tujuan (baca : visi dan misi) hidup. Atau mungkin saja punya, tapi tidak jelas. Tidak terukur, tidak rasional, tidak punya batas waktu, dll yang membuat tujuan itu kian memudar.

Insan-insan seperti ini bagaikan robot yang hanya melakukan apa yang diinstruksikan. Tidak punya semangat, antusias, dan gairah. Hidupnya hampa. Tidak bisa berkreatifitas. Karena ia tidak punya alasan “untuk apa aku bekerja keras?”.Karena ia pun tidak memiliki jawaban atas pertanyaan, “untuk apa aku melakukan ini?”, “untuk apa aku menghargai waktuku?”, “untuk apa capek-capek?”, “untuk apa cepat-cepat?”

Itulah sebab mendasar mengapa seseorang itu berjalan (dan bergerak) relatif lamban. Dan (parahnya) dengan tatapan mata yang kosong. Ya. Matanya kosong. Karena ia tidak memiliki bayangan akan tempat yang akan ia singgahi nanti. Ia tidak punya visualisasi akan apa yang akan ia raih nanti.

Tiap orang sukses sudah memvisualisasikan kesuksesannya jauh sebelum kesuksesan itu menjadi nyata.

Tujuan. Mimpi. Cita-cita. Topik-topik yang masih tabu untuk dibicarakan dalam ruang-ruang keluarga Indonesia. Bisa dipahami. Karena orang tua yang sudah pasrah menghadapi kondisi. Orang tua yang (sungguh dengan niat yang baik) tidak ingin mengecewakan anaknya dengan memberikan mimpi-mimpi yang belum pasti terjadi. Bisa dipahami. Karena tekanan hidup yang begitu besar membuat seseorang melupakan salah satu haknya sebagai manusia : bermimpi.

Maka beruntunglah manusia yang berhasil lepas dari jeratan ini. Berhasil “menemukan” visi-misi hidupnya. Berhasil merumuskan cita-citanya. Berhasil menggantungkan cita-cita itu 5cm di depan keningnya. Dan berani berjuang, rela berkorban, serta bekerja keras untuk menggapai apa yang ia yakini.

Banyak hal yang perlu dipahami sebelum kita mengomel, “kenapa lambat banget sih?”, “kenapa tidak bisa seperti disana?”, “kalau begini bagaimana bisa maju?”, dll.

Awali dengan sebuah pemahaman.

Perubahan harus diawali dari diri sendiri. Maka yang pertama kali perlu kita lakukan adalah merumuskan tujuan hidup. Merumuskan visi, misi, cita-cita. Mulailah dari sekarang. Mulailah dengan segera. Sebelum usia menua. Sebelum anak terlanjur dewasa dengan tatapan-tatapan hampa.

Apa tujuan hidupmu?

Apa ujung dari perjalananmu di dunia?

Apa yang ingin kamu wariskan untuk anak-cucu-buyutmu kelak?

Jawablah pertanyaan ini. Sudah cukup panjang, sumpek, dan berjubel barisan “robot bertubuh manusia”. Mari kita keluar bersama dari barisan ini.

0 Comments

  • aliefte

    tujuan hidupku:
    – membahagiakan kedua orang tua.
    – menjadi manusia yg berguna.

    ujung perjalananku di dunia:
    – mati dalam keadaan khusnul khotimah.

    yang ingin aku wariskan:
    – harta secukupnya.
    – ilmu yang berguna untuk kehidupan dunia dan akhirat.

    Semoga aku tidak termasuk “robot yg bertubuh manusia”.. 🙂


    putrichairina berkata :
    Amin.. Amin.. Amin..
    “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”(QS. 2:186)

  • febryanti

    kadang memang agak sulit untuk meyakinkan diri untuk memberikan target yang proporsiaonal kepada diri sendiri, terutama bagi yang memiliki sifat kurang pede, sehingga saat mau menentukan target dan deadline saja sudah gak pede.. kapan melaksanakannya kalo gitu?


    putrichairina berkata :
    Kemampuan membuat target yang proporsional mensyaratkan pengenalan yang baik terhadap kondisi diri (jika yang dituju adalah diri sendiri) maupun orang lain (jika yang dituju adalah orang lain/organisasi). Karena hanya dengan pengenalan itulah proporsi dapat ditakar.
    Kenapa tidak PD? Apakah karena khawatir target tersebut tidak tercapai? Kalau iya, (dan biasanya memang bisikan setan seperti ini nih.. Membuat diri ini ragu-ragu untuk memulai langkah baru..) maka yang perlu diingat adalah : suatu hal yang wajar jika nanti target tidak tercapai sesuai tenggat waktunya karena kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi dipertengahan jalan. Tapi setidaknya dengan membuat target, kita sudah mempunyai tujuan yang jelas.
    Ibarat berjalan di tengah hutan. Jika sebuah jurang menghadang maka sang petualang (yang tidak bisa terbang ataupun melompat lebih dari dua meter) harus mengambil langkah memutar dan menyusuri jalan lain. Tidak masalah. Mungkin waktu dan tenaga yang keluar lebih banyak. Namun suatu saat ia akan mencapai pos terakhirnya.^^

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *