Mengenal Tipe Pendanaan Startup IT (2) : Pembayaran Dimuka
Sebelumnya Saya sudah mengulas mengenai tipe pendanaan startup IT (tanpa venture capital) yang pertama, yaitu Matchmaker business model di sini (klik) . Selanjutnya mari kita ketahui jenis pendanaan startup (tanpa venture capital) yang selanjutnya, yaitu Pembayaran Dimuka (Pay In Advance).
Pengertian
Model bisnis “pembayaran dimuka” ini bentuknya adalah membuat pengguna/pelanggan agar membayar terlebih dahulu sebelum menggunakan jasa/produk yang ditawarkan. Contohnya adalah penjualan software seperti Microsoft Office atau sistem operasi serperti Windows. Pelanggan baru bisa menggunakan produk tersebut setelah membayar secara tunai keseluruhan dari nilai jual produk tersebut. Kalau pun bisa dicicil dengan kartu kredit, pelanggan mencicilnya ke bank bukan ke penyedia produk. Penyedia produk mendapatkan keseluruhan uang transaksi saat itu juga.
Tantangan
Tantangan dari model bisnis “bayar dimuka” ini adalah bagaimana membuat pelanggan yakin untuk mengeluarkan uang mereka demi menggunakan jasa/produk yang ditawarkan. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan jika kamu sudah sangat yakin mengenai jasa/produk yang telah dikembangkan. Membuat masa uji coba (trial period) adalah salah satu strategi penjualan yang dapat diterapkan. Pada masa uji coba, pelanggan dapat mengakses keseluruhan/sebagian dari fitur yang tersedia. Masa uji coba pun bervariasi antara satu minggu, satu bulan, hingga tiga bulan. Tenggat waktu periode ini fleksibel sesuai dengan nilai produk yang ditawarkan. Semakin besar harga produk tersebut tentunya pelanggan butuh ekstra keyakinan (waktu) sebelum melakukan pembelian. Selain memberlakukan masa uji coba, startup dapat melakukan sistem freemium. Yaitu menggratiskan beberapa fitur umum dan untuk mengakses fitur yang lebih banyak lagi pelanggan harus membayar sejumlah uang. Contohnya adalah penjualan template website. Biasanya dalam satu template yang dijual disediakan dua versi, yaitu versi gratis dan versi berbayar. Dalam template website versi berbayar tentunya ada beberapa nilai tambah yang ditawarkan. Dengan adanya versi gratis, pelanggan dapat mencoba lebih dahulu template tersebut sebelum akhirnya melakukan pembelian.
Kisah Sukses
Adalah Funovation. Suatu perusahaan penyedia jasa sinar-laser untuk dunia hiburan (laser maze). Funovation dimulai dari garasi rumah para pendirinya pada tahun 2007. Erik Mueller dan temannya menemukan cara asik untuk bermain dengan sinar-laser. Ketika pertama kali mereka menemukan keasikan bermain dengan sinar-laser, mereka pun berpikir “Ok. Bagaimana kalau kita coba mendapatkan uang dari keasikan ini?” Dan kemudian mereka pun mencoba menawarkan produk funovation pada suatu pameran bisnis di Orlando agar mendapatkan pelanggan potensial. Pada pameran bisnis tersebut booth Funovation selalu dipadati pengunjung. Mereka sampai sulit untuk mencari waktu ke toilet karena banyaknya orang yang tertarik untuk mengetahui produk mereka. Dari pameran tersebut Funovation mendapatkan beberapa calon pelanggan yang dapat diprospek dan publikasi gratis dari berbagai media karena produk mereka yang sangat menarik perhatian. Selain itu Funovation berhasil mendapatkan kontrak dari taman bermain Oasis di Pennsylvania. Erik memiliki visi agar Funovation dianggap sebagai perusahaan internasional walaupun saat itu Funovation barulah terdiri atas empat personil saja. Strategi yang Erik jalankan adalah dengan mencari pelanggan dari luar negeri dan terkenal. Dengan itu Funovation akan dikenal sebagai brand internasional. Di awal 2008 hal itu terjadi, Funovation mendapatkan kontrak dengan Ripley’s Belive It Or Not dan setelah itu Funovation juga mendapatkan kontrak di Dubai. Bisnis Funovation pun terus berjalan dengan baik. Kini Funovation menjadi salah satu penyedia peralatan bermain laser yang sangat terkenal.
Kisah Gagal
Di India, ada sebuah retailer fashion dan alat olahraga besar dengan nama brand The Loot. The Loot berdiri sejak tahun 2010. Pada awalnya The Loot berkembang dengan sukses ketika menerapkan sistem bayar dimuka. Pelanggan langsung membayarkan sejumlah uang untuk barang yang dibelinya. The Loot awalnya bekerjasama dengan para produsen fashion serta peralatan olahraga seperti Adidas, Nike, dll menggunakan sistem bayar belakangan. The Loot dapat menampilkan produk-produk mereka dan baru perlu membayar ke para produsen ketika barang tersebut laku. Sehingga The Loot cukup menyediakan tempat yang strategis saja untuk memulai bisnis ini. Strategi ini berjalan lancar. Kondisi keuangan The Loot sangat baik.
Seiring waktu, pemilik The Loot mengetahui jika ia langsung membayar barang yang diambil ke produsen diawal maka ia pun mendapatkan diskon tambahan sehingga The Loot dapat menjual produk dengan harga lebih murah lagi. Ia pun mencoba cara tersebut, yakni membayar tunai barang dari produsen dan menjualnya di The Loot.
Ternyata perubahan tersebut memiliki dampak yang sangat besar terhadap keuangan The Loot. Manajemen The Loot menjadi selalu kekurangan uang tunai. Mereka pun harus menutup puluhan gerai mereka untuk efisiensi biaya dan memikirkan strategi lain untuk menyelamatkan keuangan The Loot hingga membuat sistem franchise. Namun hal ini tidak berhasil. Pada akhrinya The Loot harus menutup 145 gerainya pada akhir 2015 dikarenakan tidak dapat menutup hutang-hutangnya dan kompetisi yang ketat dari e-commerce.
Tips
Untuk meyakinkan calon pelanggan, startup perlu menerapkan strategi yang jitu. Menampilkan testimoni / daftar client pada website perusahaan dapat meningkatkan keyakinan pembeli. Selain itu startup juga dapat mengadakan acara khusus berbentuk seminar/workshop gratis untuk menjelaskan produk yang dijual kepada target pelanggan sesuai segmen yang disasar.
Seperti yang dilakukan oleh Jon Smith, founder Pobble. Pobble adalah media pembelajaran online yang mengkhususkan pada proses tulis-menulis dimana para para guru dapat berinteraksi dengan murid-muridnya. Dan murid-murid dapat saling berinteraksi dan mengomentari hasil tulisan temannya. Orang tua dan keluarga pun dapat melihat hasil karya anak-anaknya melalui Pobble. Untuk meyakinkan para guru untuk menggunakan Pobble, Jon mengadakan seminar untuk menjelaskan Pobble dari sekolah ke sekolah. Tanggapan dari pihak sekolah sangatlah baik. Kini, Pobble menjadi salah satu startup yang membantu sistem edukasi di Amerika. Pobble menerapkan sistem pay-in-advance dalam menjalankan bisnisnya.