Hari Bersejarah – Sidang TA Saya
Akhirnya saya sidang pada hari Kamis, tanggal 18 September 2008, pukul 13.00.
Penguji : Pak Fazmah, Pak Baizal, dan Bu Rimba. (The three musketeers)
Pembimbing yang hadir : Pak Rizal (pembimbing I). Pembimbing II (pak Cok) tidak bisa hadir karena ada jadwal mengajar. Huhu..padahal sudah diminta untuk datang, siapa tahu bisa bantu “mempengaruhi” para penguji supaya nilainya maksimal. Hehe..
Peserta yang hadir : Diena_2004, Kuny_2004, Alfah_2005, Kania_2006, Arvina_2006, Ilmi_2008, Tita_2007, Iva_2007, serta dua orang anak lab AI yang tidak saya kenal.
Alhamdulillah, sidang berjalan lancar.
Pada saat detik-detik sebelum sidang, saya merasa amat tenang. Santai banget. Bahkan saya sendiri jadi merasa takut dengan rasa tenang ini. Lebih tenang daripada presentasi tugas besar, loh.. Padahal ini kan SIDANG ?! (Woii,put!!! Ini sidang!!!)
Setelah selesai sidang pun, peserta mengakui betapa tenangnya saya. Menjawab dengan lancar. Dan kalau tidak tahu pun, saya menjawab dengan polos “wah, saya tidak tahu, pak”. Atau kalaupun ada salah, saya mengakuinya, “ya pak, seharusnya saya tidak menulis hal itu. Nanti saya tinjau ulang.”
Ada yang berkomentar, “mba pucha waktu sidangnya ngga nyolot deh..”
Hingga pak Rizal pun mengakuinya. Ia mengatakan kepada salah satu mahasiswanya, yang kemudian bercerita kepada saya, bahwa Putri Chairina sidang dengan tenang dan PD. Sehingga ia tampak menguasai apa yang akan ia presentasikan. (Perhatikan penggunaan kata “tampak” disini)
Kuncinya, menang di mental awal. Kalau dari awal kita sudah grogi (dan pastinya akan terlihat oleh para penguji). Maka dapat dipastikan bahwa sidang akan berlangsung seperti horor!!! Kalau kita tenang, maka penguji pun akan merasakan ketenangan itu, dan rasa percaya mereka terhadap apa yang kita sampaikan menjadi lebih tinggi loh! Dalam sidang, terbukalah terhadap usulan dan pemikiran dari penguji. Akui kesalahan dan nanti perbaiki pada saat revisi. Jawablah dengan sopan, tidak bernada “mempertahankan diri” ataupun “memojokkan”.
Pada beberapa kasus sidang, si penguji belum begitu paham mengenai materi sidang. Ia bertanya. Dan begitu mendapat jawaban yang “memojokkan” ataupun “bernada merendahkan” dari si-mahasiswa, maka ia akan semakin tersulut untuk balik “memojokkan” mahasiswa. Ini manusiawi. Adalah insting manusia, ketika ia diserang, maka ia secara refleks akan menyerang kembali.
Alhamdulillah, pertanyaan tersulit (yang saya takutkan) justru tidak keluar.
Sidang berjalan santai. Lancar.
Saya pun keluar dengan hati yang tenang. Tidak ada air mata kesedihan (karena merasa “dibantai” penguji) ataupun tawa kemenangan (karena merasa bangga, berhasil “mematahkan” penguji).
Rasa syukur. Itu yang ada pada saat saya keluar dari ruang sidang dan menanti nilai keluar. Teman-teman pun sudah memberikan saya selamat. Padahal, belum keluar keputusan apakah aq lulus atau tidak? (Haduh..gimana sih,temen-temen ini..klo keluar C, gmn?!)
Tapi, saya merasa sepertinya semuanya sudah berakhir. Saya tidak peduli lagi akan nilainya. Yang penting LULUS!!! Tapi saya punya insting yang kuat (intuisi), saya akan dapat nilai apa sih… (dan ternyata benar! Hehe..)
Ketika keluar, saya tidak merasakan kelegaan seperti halnya kala saya seminar TA. Kenapa? Karena saya memang tidak merasakan beban yang berat ketika sidang.
Ringan.. semuanya terasa begitu ringan..
Alhamdulillah.. Terima kasih, ya Allah.
Tulisan lainnya (tips, jurnal, proposal, dll) tentang Tugas Akhir saya, dapat dilihat di : kategori “Tugas Akhir” (klik disini saja).