Analogi,  Daily Life,  Refleksi

Hikmah Engkol-an Hidup *)

Pagi itu aku merapatkan motor dipersimpangan jalan. Hanya berjarak puluhan meter dari tempat tujuanku. Ku rapatkan motorku (tepatnya : motor temenku) dengan maksud untuk membaca SMS yang datang.

Baca SMS
Baca SMS

SMS pun ku baca. Dari seorang teman yang tadi subuh aku SMS.

Deg!

Isinya membuatku sedih. Membuatku kecewa. (aku pun menghela napas panjang. Hhh…)

Kemudian SMS itu ku balas. Serta aku berusaha menghubungi nomornya.

Tapi telepon tidak diangkat.

Dan SMS tidak dijawab.

Hhh… sungguh berat rasanya.

Sekali lagi aku merasakan betapa tidak enaknya “sebuah penolakan”.

Aku pun tercenung beberapa menit. Masih di atas motor. Aku memikirkan : Apa yang selanjutnya harus ku lakukan? Berputar haluan? Melanjutkan tujuan? Ataukah beralih ke agendaku selanjutnya?

Sulit sekali mengambil keputusan dengan logis. Karena hatiku saat itu pecah berserakan.

Motor Ratih
Motor Ratih

Tiba-tiba mesin motor pun mati. Awalnya ku diamkan saja. Karena aku masih mengharapkan sebuah SMS jawaban yang dapat melepaskan kegundahan ini.

Namun beberapa menit pun kembali berlalu tanpa terdengar dering SMS ataupun telepon.

Aku pun menyerah.. Pasrah.. Dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, beralih kepada agendaku selanjutnya hari itu. Masih dengan berat hati.

Motor ku nyalakan menggunakan starter otomatis.

Satu kali..

Dua kali..

Gagal!

Lalu aku pun berusaha menyalakan mesin motor menggunakan kaki. Istilah kerennya : diengkol.

Satu kali engkol.. Gagal!

Dua kali engkol.. Gagal lagi!

Tiga kali engkol.. Masih belum berhasil!

Empat.. Lima.. Enam.. (dst..)

Hingga aku pun terengah. Lelah.

Aku menarik napas perlahan. Berusaha menetralisir degup jantung yang berdebar-debar dan napas yang terengah-engah. Benakku pun membatin, “Ya Allah.. ada apa ini? perasaan sewaktu berangkat tadi mesinnya baik-baik saja. Kayaknya waktu aku berangkat tadi mesinnya mudah dinyalakan. Tapi kenapa sekarang susah banget?!”

Ketika tenagaku sudah terkumpul kembali, aku pun kembali melanjutkan perjuangan : meng-engkol motor ini.

Satu kali engkol.. Gagal!

Dua kali engkol.. Masih gagal!

Tiga kali engkol.. Tidak ada tanda-tanda perbaikan!

Empat.. Lima.. Enam.. (dst..)

ArgggHhhh !!!

Susah B.A.N.G.E.T !!!

Napasku kembali terengah. Keringat pun mulai mengucur. Betapa lelah..

Aku pun mengambil keputusan, “Duh, nyerah deh kalau begini caranya! Minta bantuan orang yang lewat aja lah.”

Ketika seorang bapak yang tampak ramah dan bersahabat lewat menggunakan sepeda motor merah-hitam, aku memberhentikannya. Ketika bapak itu merapat ke posisi motor aku, aku langsung berkata dengan nada penuh harap, “pak, bisa tolong bantu saya menyalakan motor ini?”

Bapak itu pun dengan sigapnya turun dari motor. Aku pun menjelaskan kondisinya, “bla..bla..bla..” Berharap penjelasan ini dapat mengurangi kesan bodoh. (Aku merasa bodoh : menyalakan mesin motor saja tidak bisa?!)

Bapak ini kemudian mengutak-atik posisi gigi. Kemudian ia mencoba menyalakan motor. Gagal! Wajar, karena ketika bapak ini meng-engkol, posisi gigi tidaklah netral.

Maka kemudian bapak mengulangi proses mengutak-atik posisi gigi.

Lalu ia kembali meng-engkol.

Subhanallah..

Brum.. brum.. Mesin langsung menyala!

Kemudian bapak memberi penjelasan, “jadi begini neng.. bla.. bla.. bla.., air akinya seret neng.” Aku pun menjawab, “Oh gitu ya, pak! Makasi banyak ya, pak..”

Alhamdulillah..

Hhh..

Kini saatnya aku melaju ke agenda hidupku selanjutnya.

Sambil meninggalkan tempat tujuan awalku. Aku tatap lekat-lekat tempat itu. Masih ada rasa berat. Namun sekarang lebih ringan.

Hati ini berkata, “ikhlas, put.. ikhlas..”

Dua-tiga menit kemudian.

Setelah pandanganku tidak bisa lagi melihat tujuan awalku.

Tiba-tiba batin ini memainkan suatu nada.

Suatu nada yang ku dengar dalam perjalanan JKT-BDG kemarin malam. Sebuah lagu yang dimainkan dengan penuh penghayatan oleh dua orang pengamen (laki dan perempuan). Bermodalkan gitar dan pianika mereka bersenandung. Bernyanyi seraya berpuisi. Puisi yang tajam. Kata-kata yang dalam. Mengenai kematian yang mencekam. Tentang rasa syukur yang menghujam. Sungguh hati ini bergetar dibuatnya.. Saat mereka bernyanyi, diriku ini pun mengikuti dari dalam hati. Sambil berusaha menahan air mata yang ingin keluar dari wadahnya.

Bersujud kepada Allah

Bersyukur kepada Allah

Setiap nafasmu seluruh hidupmu

Semoga diberkahi Allah

Bersabar taat pada Allah

Menjaga keikhlasan-Nya

Semoga dirimu semoga langkamu

Diiringi oleh rahmat-Nya

Setiap nafasmu seluruh hidupmu

Semoga diberkahi Allah

(“Alhamdulillah”, oleh Opick)

Kini, nada ini pun ku senandungkan dalam hati.

Berulang-ulang ku putar lagu ini di hatiku yang sempat terluka. MasyaAllah.. Betapa ringannya hati ini dibuat. Luka itu terobati oleh obat “syukur” dan “sabar”. Luka itu tertutupi dengan disebutnya nama-Nya, dzat yang jiwa ini rindukan.

Energi inilah yang kemudian membuat hatiku ringan. Aku bisa melanjutkan berkendara dengan tenang. Hilanglah emosi itu. Sirnalah kekecewaan itu.

Alhamdulillah..

Sepanjang perjalanan sebelum aku mencapai Asrama Putri untuk menjemput Rastri, teman perjalananku hari ini, senyum merekah dari bibirku. (Untung menggunakan slayer. Kalau tidak.. nanti banyak yang “salah arti” dengan senyum ini) Senyum yang berasal dari hatiku yang tersenyum. Karena merasa dekat dengan-Nya. Merasa Allah sedang memperhatikan. Merasa Allah sedang berkata kepadaku dengan lembut, “Sabar ya, put..”

Jika saja aku bisa meminta satu permintaan kepada-Nya, aku akan minta : tetapkanlah hati ini pada kondisi ini ya, Allah..

MasyaAllah..

Kini ku tahu kenapa mesin motor ini mogok.

Kini ku sadar kenapa Allah menghendaki aku lelah meng-engkol.

Supaya beban dalam hatiku ini lepas.

Supaya batu yang mengganjal hatiku ini kubuang.

Supaya aku kembali menghadapkan wajahku kepada-Nya.

Mungkin inilah salah satu hikmah dari segala cobaan hidup kita saat ini. Mungkin inilah jawaban dari segala masalah yang kita hadapi. Sesungguhnya Allah ingin kita kembali kepada-Nya.

Tapi dasar hati ini yang tidak peka. Hati ini yang penuh dengan gegap-gempita dunia. Hati ini yang berlumur iri dan dengki kepada sesama. Hati ini yang penuh emosi. Hingga diri ini jauh dari hakikat suatu ujian hidup.

Berputar-putar diri menghadapi masalah yang datang silih berganti.

Berkali-kali kaki meng-engkol.

Hingga lelah.

Sampai jenuh.

Kemudian kembali meng-engkol. (karena dengan bangganya mengatakan “life must go on, anyway..“)

Lagi.. dan lagi.

Tidak akan berhenti.

Hingga diri ini suatu hari nanti akan menyadari tujuan besar dari segala cobaan,

segala engkol-an ini, yaitu

kembali kepada Allah..

*) “engkol-an hidup” maksud saya adalah : ujian hidup.

KBBI Online :

engΒ·kol /Γ©ngkol/ n : alat pemutar untuk menghidupkan mesin mobil dsb.

0 Comments

  • hadi

    Nampaknya sekarang sering kali ngeblog yaaa…
    ga da kerjaan non di kantor, hehehehe….


    putrichairina berkata :
    Hoho.. Alhamdulillah kerjaan di kantor masih lapang, ius.
    (Entah satu atau dua minggu lagi..)
    Lagi persiapan menuju “hari yang sempit”.
    Sedang menyiapkan strategi (dan sudah mulai dijalankan) untuk tetap konsisten menulis di waktu sempit.^^

  • dark_ipl

    kekekek…

    iya, syukur dan sabar.. πŸ˜‰


    putrichairina berkata :
    Selamat datang, dark_ipl!
    Salam kenal.
    Terima kasih sudah berkunjung dan memberi komentar. πŸ™‚

  • kania

    wow,mbak pu,,,kontemplasinya sangat mengena sekali,,like it very much,,dilengkapi foto2 pula,,jadi semakin mudah mengimajinasikannya..hoho..Keep writing mbak!..that’s totally inspiring:)


    putrichairina berkata :
    Alhamdulillah jika tulisan mb bermanfaat.. πŸ™‚
    Mb lagi belajar menulis nih, kania. Doakan ya, supaya mb bisa konsisten menulis walau nanti aktivitas bertambah padat. Dan supaya tulisan-tulisannya semakin berkualitas serta bermanfaat.
    Ditunggu blog buatan Kania. Hehe.. πŸ˜‰
    Terima kasih sudah silaturrahim dan berkomentar, kania.

  • aliefte

    syukur, sabar dan tawakal kepada Allah.. insyaAllah sgalanya akan menjadi indah.. πŸ™‚


    putrichairina berkata :
    insyaAllah.. πŸ™‚

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *