StartUp,  Tekno

Menghidupkan Startup IT Tanpa Venture Capital? Bisa!

Hampir setiap minggu ada saja berita terkini di portal startup enterpreneur (TechInAsia, TechCrunch, dsb) mengenai kesuksesan suatu startup-IT mendapatkan pendanaan untuk bisnisnya. Berbagai program kompetisi pitching, kompetisi “coding-kilat”, hingga program inkubasi bisnis marak diadakan oleh berbagai perusahaan besar hingga Menkominfo. Semuanya menawarkan jalur pintas untuk membesarkan ide/produk startup, dengan janji program mentoring dan akses ke para investor. Namun sayangnya belum ada yang mempublikasikan efektifitas dari program-program tersebut. Yang justru terbangun dengan masifnya informasi dan kegiatan semacam itu adalah pola pikir enterpreneur muda yang menganggap bahwa sukses/tidaknya ide/produk bisnis mereka tergantung dari program-program kompetisi ala-ala startup-IT tersebut atau dari keberhasilan mendapatkan dana dari investor atau Venture Capital.

Euforia pendanaan dari investor maupun Venture Capital ini membangun iklim yang kurang sehat dalam dunia enterprenuer startup-IT terutama terhadap pola pikir para enterpreneur muda. Alih-alih fokus kepada pengembangan produk, mendapatkan pelanggan, dan membuat bisnis menghasilkan profit, para enterpreneur muda malah jadi fokus mengumpulan MODAL MODAL DAN MODAL. Padahal modal dari investor maupun venture capital bukan satu-satunya jalan untuk sukses. Pun jika mendapatkan modal, apakah sudah sanggup untuk menjaga pengeluaran agar modal yang didapatkan dapat digunakan secara efektif dan efisien?

Ada beberapa alasan mengapa sebaiknya untuk memulai suatu startup-IT tidak menggantungkan diri pada dana investor / venture capital, diantaranya :

Tidak Semua Startup-IT Membutuhkan Dana Investor Pada Awal Perkembangannya

Tidak sedikit startup-IT yang bermula dari jerih-payah para founder-nya. Mereka melakukan coding, marketing, hingga customer service sendiri. Ada pula yang membayar programmer untuk membuat platform yang dibutuhkan lalu melakukan hal-hal lain sendiri. Contohnya adalah budgetplaces.com, situs booking hotel/apartemen/ online. Budgetplaces.com berawal dari sang owner yang memiliki properti yang disewakan untuk para turis di Barcelona. Awalnya sang owner ini hanya bertujuan untuk memasarkan propertinya melalui internet, agar lebih banyak orang mengetahui properti ini dan dapat melakukan booking untuk liburan di Barcelona. Saat itu internet belum se-booming sekarang. Ternyata apa yang ia lakukan sukses membuat properti yang ia miliki ramai penyewa. Dari “eksperimen” ini ia pun kemudian berpikir : “hmm… mengapa tidak Saya tawarkan platform ini kepada pemilik properti lainnya? ” Ia pun akhirnya mengetok pintu para pemilik hotel dan apartemen untuk turut mempromosikan properti mereka di platform budgetplaces.com. Berawal dari hal kecil ini, dengan usaha yang konsisten dan pendanaan yang diperoleh dari pelanggan yang memakai jasa budgetplaces.com, situs ini menjadi besar.

Mengambil pelajaran dari suksesnya budgetplaces.com membuktikan bahwa investor bukanlah penentu kesuksesan bisnis kamu di masa yang akan datang loh.. Kalau bisa melakukan semuanya sendiri, kenapa tidak dilakukan saja? Gunakan sumber daya yang ada.

Terus terang Saya sendiri pernah terkena “demam” investor. Ingin ikut kompetisi ini dan itu. Berharap ide dilirik ketika pitching. Berharap dapat “dana segar” dari investor. Menyandarkan perkembangan ide bisnis pada “apakah sudah dapat dana investor?”. Yah.. cukuplah masa-masa tersebut untuk dikenang sebagai masa-masa kenaifan Saya. Hehe.. Semoga teman-teman segera tersadar dari “mimpi indah” closing pitching dapat investasi sekian M ya. Karena kenyataannya tidaklah semudah itu.

Mendapatkan Dana Investasi Tersebut Tidaklah Mudah

Membaca berita di TechInAsia memang seperti angin surga : perusahaan ini-itu mendapatkan data belasan hingga ratusan M dari investor. Semacam “american dream“, tapi ini ala dunia startup-IT. Memang seru banget loh baca-baca berita tersebut, keren-keren startup-nya, pendanaannya bombastis. Joss tenan.. Lalu secara tidak sadar diri ini tergiring untuk menganggap bahwa itu adalah parameter startup sukses, yaitu : mendapatkan dana besar!

Hmm.. Yuk kita belajar lagi. Belajar memahami dan menghargai proses. Yakinlah bahwa untuk mendapatkan dana sebesar itu tidaklah mudah. Ada proses panjang yang telah dilalui masing-masing startup tersebut yang mungkin karena kemalasan kita sendiri sehingga kita tidak pernah mengetahuinya. Coba ambil salah satu contoh saja yang ke-Indonesia-an, yaitu GoJek. GoJek mendapatkan dana investor di Series B dengan angka yang fantastis. Tapiiii… Perlu teman-temang ingat bahwa GoJek mendapatkan dana tersebut karena terbukti dapat menggaet lebih dari satu juta pengguna aktif. Dan Nadiem Makarim pada awalnya mengeluarkan dana pribadi untuk membangun GoJek. Nah, startup kamu apa kabarnya? #jeder

Investor itu orang-orang yang pintar melihat prospek bisnis. Kalau kamu ngga bisa membuktikan rencana bisnis kamu memang cocok di pasaran, siapa yang mau menitipkan modal? Kalau keluarga dan teman dekat sih mungkin.. Hehe..

Bergabungnya Investor Dalam Bisnis Kamu Membawa Beberapa Konsekuensi

Investor itu sudah mempercayakan uangnya di bisnis kamu. Maka sudah sewajarnya investor ingin uang yang ditanam akan berbuah manis. Oleh karena itu investor akan mengevaluasi bisnis kamu. Apakah dapat mencapai target yang telah disepakati? Jika jauh dari target, apa yang harus dievaluasi, apakah idealisme di awal perlu diubah? Apakah produk/jasa harus dibuat lebih komersil yang berdampak pada pengikisan visi-misi startup kamu (jika bergerak di bidang social entepreneurship)? Pivoting istilah kekinian ala-ala startup ya..

Itu pun jika kamu mendapatkan investor yang mau berperan sebagai mentor. Jika investor yang kamu dapatkan hanya berorientasi pada hasil tanpa mau turut membangun startup kamu, siap-siap mendapatkan tekanan untuk mencapai target yang disepakati yaa.. POKOKNYA harus tercapai. Titik. #berasaMual

Bangun Pondasi Bisnis Yang Kuat Baru Setelah Itu Cari Investor (Jika Dibutuhkan)

Budgetplaces.com pada akhirnya memang mencari investor untuk mengembangkan bisnisnya ke berbagai kota besar. Tapi hal tesebut dilakukan sang pemilik bisnis setelah Budgetplaces.com terbukti membawakan hasil. Dengan potensi pasar yang menggiurkan, pemilik bisnis memiliki posisi tawar yang lebih baik di hadapan investor. Smarana Mitra, seorang konsultan startup yang mengembangkan program One Million by One Million , yaitu program mentoring bisniis untuk para enterprenuer IT, menyarankan kepada para startup-IT untuk :

Jika ingin maju ke investor, majulah sebagai raja, bukan sebagai pengemis

Ada satu cerita menarik mengenai tim startup yang mengembangkan games mobile paling hits saat ini : ClashOfClan (CoC). Tim ini mendapatkan satu kali pendanaan series A. Menurut Venture Capital-nya, tim CoC ini sangat disiplin dalam bekerja dan efisien dalam mengatur pengeluaran mereka. Pola bisnis CoC pun terbukti menghasilkan profit. Tawaran dana Series B dari berbagai Venture Capital pun berdatangan. Tapi tim CoC berpendapat, “kami merasa cukup dengan kondisi saat ini, kami merasa berada dalam jalur yang benar”. Dua jempol untuk tim CoC! Tambahan dana bukanlah solusi untuk SELURUH permasalahan bisnis startup-IT. Banyak hal yang dapat dibenahi dan dievaluasi, mulai dari disiplin, pengaturan dana, alokasi sumber daya, dan banyak hal lainnya.

Ada Alternatif Pendanaan Selain Investor, yaitu PELANGGAN

Gegap gempita musim pendanaan di dunia startup-IT membuat kabur satu sumber pendanaan yang lebih realistis untuk didapatkan, yaitu PELANGGAN. Bagaimana cara mendapatkan dana langsung dari pelangganmu? Ada beberapa tipe bisnis pendanaan pelanggan yang bisa kamu pelajari :

  1. Membuat Perjodohan (Matchmaker/Marketplace) : yaitu pola bisnis mempertemukan penjual dan pembeli. Kamu sebagai pemilik platform mendapatkan bayaran dari penjual dan/atau pembeli. Contohnya adalah marketplace, gojek, airbnb, dan banyak lagi.
  2. Membayar Di Muka (Pay in Advance) : yaitu pola bisnis yang mensyaratkan pelanggan untuk membayar dimuka untuk produk/jasa yang akan mereka dapatkan. Contohnya adalah jasa konsultasi, pengembangan website, dan sebagainya.
  3. Biaya Berlangganan (Subscription) : yaitu pola bisnis yang mensyaratkan pelanggan untuk membayar biaya langganan terhadap suatu produk/jasa/keanggotaan.
  4. Penundaan (Scarcity) : Diaplikasikan oleh global retailer, seperti ZARA. Pelanggan membayar langsung produk yang dibeli dan barang secepatnya dikirimkan. Namun ZARA membayar vendor pembuat produk tersebut sekitar 60 hari setelahnya. Selama 60 hari, uang pelanggan yang sudah masuk ke rekening ZARA dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan bisnis.
  5. Dari Jasa Menuju Produk (Service To Product) : Yaitu perusahaan yang pada awalnya merupakan bisnis pelayanan jasa namun kemudian mengubah dirinya menjadi pembuat produk yang dapat digunakan oleh pelanggan. Contohnya adalah Microsoft.

Masing-masing dari pola bisnis ini memiliki keunikan dan tantangan tersendiri. Selanjutnya akan Saya bahas dalam tulisan untuk setiap model bisnis tersebut.

Nah, bagaimana menurut teman-teman mengenai alternatif pendanaan selain investor ini? Apakah ada yang cocok untuk diterapkan untuk bisnis startup teman-teman? Apakah teman-teman masih berharap banyak dari investor?

Dari pada menggantungkan hidup pada investor, lebih baik nge-bootstrap. Apa itu bootstrapping? (Bootstraping adalah merintis bisnis dengan modal dan usaha sendiri terlebih dahulu). Bootstrapping ini diperlukan untuk membangun mental, jaringan, kemampuan sebagai pengusaha, sekaligus tes potensi ide/produk di pasaran, Yuk, nge-bootstrap!

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *